Oleh : Eva Hazmaini
Dalam beberapa bulan
terakhir bumi Indonesia tengah mengalami musim penghujan. Hujan deras terus
mengguyur beberapa daerah di tanah air. Akibatnya disejumlah daerah mengalami
banjir. Banjir terparah tercatat di DKI Jakarta, Pacitan, Kota Bitung, Bekasi,
Suka Bumi, Gorontalo, Banten dan beberapa daerah lain.
Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika memprediksi intensitas hujan akan terus terjadi
hingga akhir Desember 2017 di 342 Zona Musim (ZOM) (Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika, 4 Desember 2017).
Artinya, musim penghujan yang sedang melanda Indonesia masih akan
berkelanjutan. Untuk itu, perlu kesiapan bagi setiap orang, terutama yang
berada di daerah yang rawan banjir untuk selalu waspada.
Banjir memang selalu
saja datang setiap tahunnya. Dan selalu membawa dampak buruk bagi lingkungan.
Namun apa penyebab banjir tersebut hanya dikarenakan intensitas curah hujan
yang tinggi saja? Disebabkan oleh hujan yang berhenti dalam beberapa jam bahkan
hingga beberapa hari? Tentu saja tidak.
Pada dasarnya, hujan yang diturunkan oleh Allah merupakan rahmat,
ukurannya pun sesuai dengan yang
diperlukan makhluk hidup. Dengan air itu, tanaman, hewan, serta manusia bisa
hidup. Selebihnya, air yang ada akan masuk ke tempat penampungan air bawah
tanah.
Firman Allah dalam surah
Az-Zukruf ayat 11: “Dan yang menurunkan air dari langit menurut ukuran (yang
diperlukan) lalu dengan air itu Kami hidupkan negeri yang mati (tandus)”. Jadi,
banjir yang terjadi bukan semata diakibatkan oleh hujan yang berkepanjangan,
tetapi ada hal yang tidak berjalan sesuai sistem yang seharusnya.
Sama halnya dengan tubuh manusia. Jantung adalah organ vital
manusia yang menyebarkan darah ke
seluruh tubuh. Apabila terjadi penyumbatan yang mengakibatkan darah tersebut
tidak bisa mengalir sempurna, maka akan mengakibatkan rusaknya fungsi organ
yang lain. Sehingga menimbulkan berbagai penyakit yang sebab awalnya
dikarenakan kebanyakan mengkonsumsi kolestrol dan berakhir penyempitan pembuluh
darah.
Ini semua bukti dari firman Allah dalam surah A-Rum ayat 41 yang
artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar)”. Maka pada
hakikatnya, manusia sendirilah yang mendatangkan bencana tersebut.
Klasifikasi bencana
Sejatinya bencana alam terbagi menjadi dua. Pertama, bencana
yang tidak bisa dihindari. Bencana seperti ini adalah bencana yang murni dari
Allah dan tidak bisa diprediksi. Contohnya seperti gempa bumi, tsunami, dan
lain sebagainya. Belum ada yang bisa mempresiksikan terjadinya bencana
tersebut.
Manusia hanya bisa mengetahuinya ketika hal tersebut sudah terjadi.
Maka siapapun hanya bisa pasrah terhadap bencana tersebut. Namun bukan tidak
mungkin untuk mengurangi dampak yang akan ditimbulkan dari bencana tersebut.
Kedua, bencana yang
bisa dihindari. Ada juga bencana yang bisa dihindari kedatangannya. Meskipun
tidak menghindari secara keseluruhan, setidaknya mampu mengurangi dampak dan
korban yang diakibatkan bencana itu. Banjir merupakan musibah yang bisa
dihindari kedatangannya. Selain itu ada pula tanah longsor, kekeringan dan lain
sebagainya.
Musibah di atas bisa hindari karena disebabkan bukan semata karena
bencana alam. Bisa jadi musibah tersebut diakibatkan kelalaian manusia.
Keegoisan manusia yang mengekploitasi berbagai macam sumberdaya alam, serta
rasa enggan menjaga lingkungan sekitar. Tentu saja ini bisa dijadikan sebagai
penyebab datangnya bencana.
Penyebab Banjir
Banjir biasanya diakibatkan oleh aktivitas manusia. Membuang sampah
sembarangan, penebangan pohon liar (illegal logging), pengecoran lahan
dan lain-lain. Jadi, ketika musim penghujan tiba, air tidak memiliki daerah resapan
sebagai tujuan akhirnya. Dan ketika di musim panas, air tidak tersedia di
daerah cekungan air.
Air hujan yang turun akan mengalir dari daerah yang tinggi ke
lokasi yang rendah. Namun apabila tidak terdapat aliran untuk mengalir, maka
air tersebut tentunya hanya akan menggenang. Air yang menggenang dan tidak
mengalir biasanya diakibatkan oleh tersumbatnya saluran pengairan atau bahkan
tidak adanya lokasi pengaliran air seperti parit, gorong-gorong, kali dan lain
sebagainya.
Tidak adanya tanah sebagai
daerah resapan air juga menjadi alasan air tergenang. Banyaknya pembangunan
dilokasi cekungan air dan pengecoran juga menghambat air masuk ke tanah.
Akibatya lagi-lagi banjir tidak bisa dihidari akibat genangan air. Terutama di
kota-kota besar seperti Jakarta yang bahkan mengalami genangan air hingga ke jalur kendaraan.
Penebangan pohon liar pun memiliki dampak besar pada kebanjiran
yang terjadi. Hilangnya pohon dengan akan yang besar dan memiliki daya serap
yang kuat, illegal logging di beberapa daerah, perluasan lahan untuk
pembangunan rumah dan masih banyak lagi. Tidak ada pohon, maka tidak ada yang
memperlambat air jatuh ke lokasi yang lebih rendah. Reboisasi justru dilakukan
dengan menanam pohon yang kurang dalam penyerapan air.
Dengan semua kenyataan yang ada di tanah Indonesia, banjir bisa
saja menyapa kapan saja dan di mana saja. Bahkan tidak hanya musibah banjir
yang akan mengancam, tetapi beberapa bencana seperti longsong dan wabah
penyakit juga akan menyusul.
Penanggulangan Banjir
Menurut penulis, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk
menanggulangi dampak banjir yang terjadi di Indonesia. Dengan membangun kesadaran
dan menjadi masyarakat yang siaga dalam menghadapi bencana. Diharapakan mampu
untuk mengurangi dampak yang diakibatan banjir di nusantara.
Pertama, membangun
kesadaran lingkungan. Setiap harinya di Kali Jati Bunder, Jakarta, sampah
kembali mengotori hanya dalam hitungan
jam setelah dibersihkan petugas. Hal ini mencerminkan kurangnya kesadaran
masyarakat dalam membuang sampah. Pentingnya kepedulian masyarakat untuk
menjaga lingkungan harus ditanamkan sejak dini. Kebiasaan sadar lingkungan yang
dilakukan sejak lama akan melahirkan sebuah generasi yang sehat dan terjaga
dari berbagai bencana alam. (Dibersihkan Tiap Hari, Kali Jati Bunder Kotor
Dalam Hitungan Jam, Detik News, 5 Desember 2017)
Kedua, melakukan
pengawasan terhadap sungai sekitar. Banjir bisa datang kapan saja. Langkah
untuk mencegah ataupun mengurangi resiko banjir tersebut ialah dengan melakukan
pengerukan sungai. Pendangkalan sungai bisa menjadi penyebab awal dari banjir,
sebab kurangnya volume penampungan air.
Ketiga, tidak melakukan pembangunan di dekat sungai. Apabila dilakukan
hal tersebut, maka besar kemungkinan akan mempersempit aliran air sungai. Banyaknya
rumah-rumah yang dibangun di pinggiran sungai akan berdampak buruk bagi sungai
maupun masyarakat itu sendiri.
Sungai merupakan
tempat penampungan air. beberapa warga memafaatkan sungai tersebut untuk
keperluan sehari-hari. Pembangunan rumah di sekitaran sungai akan menyebabkan
kurangnya kualitas kebersihan air. Beberapa keluarga tentunya akan melakukan
beberapa perusakan terhadap sungai, seperti membuang sampah keluarga ke aliran
sungai.
Keempat, membuat saluran air kecil seperti parit atau
gorong-gorong. Air hujan yang turun akan mengalir dan masuk ke dalam saluran
air yang dibuat. Ini memperkecil resiko air penggenangan air. Setidaknya mampu
memperlambat terjadinya bencana banjir.
Kelima, pembangunan sistem pemantauan bagi daerah yang rawan banjir.
Dengan adanya pemanauan banjir di lokasi-lokasi yang sering mengalami
kebanjiran, diharapkan bisa mengurangi dampak dan korban. Masyarakat yang siaga
bencana merupakan masyarakat yang pintar dalam mepersiapkan diri ketika musibah
akan terjadi.
Pemahaman dini dari
setiap masyarakat akan mampu mengurangi korban yang akan disebabkan banjir.
Sebagai contohnya, warga di daerah rawan banjir akan segera mengevakuasi diri
ketika hujan deras mengguyur. Memantau arus sungai sekitar, kalau-kalau sudah
tidak lagi mampu menampung lebih banyak air. Dengan demikian, diharapkan mampu
mengurangi dampak dan kerugian yang akan disebabkan oleh banjir. Semoga !