Adab Dalam Bermedia Sosial

Adab Dalam Bermedia Sosial


Era milenial membuat kita dimanjakan dengan perkembangan teknologi. Media sosial bukan lagi hal tabu bagi kita. Mempermudah segala aktifitas. Sayangnya, pemanfaatannya terkadang disalah gunakan.

Sebagai generasi jaman now, kita dijunjung tinggi untuk pintar dan bijak dalam bermedia sosial. Begitu juga dengan media pemberitaan, jangan sampai media yang mengatur kita dalam setiap kehidupan.

Dalam hidup, selalu memiliki peraturan  sebagai batasan dalam bertindak. Peraturan sebagai warga negara, peraturan sebagai anak, peraturan sebagai orang tua, peraturan sebagai pegawai, hingga peraturan sebagai manusia. Begitupula peraturan dalam bermdia sosial yang kini hampir tak memiliki batas.

Bijaklah dalam bermedia. Media dewasa ini bisa digambarkan sebagai pemegang kendali terbesar dalam hidup kita. Televisi, radio, surat kabar, media sosial tidak lagi bisa dihalangi. Hanya saja, bagaimana menjadi masyarakat yang bijak dan bisa mengendalikan media, bukan dikendalikan media.

Kita ambil satu contoh. Kejadian yang baru saja terjadi dan mengiris hati masyarakat Aceh terutama bagi masyarakat di Aceh Timur yaitu kebakaran sumur tambang minyak. Aceh Timur seyogyanya kurang mendapatkan perhatian media pemberitaan. Sesekali hanya terdengar pemberitaan mengenai kekerasan dan pelecehan.
Ketika si jago merah mengamuk dan menelan banyak korban bersamanya, berbagai media berlomba-lomba memberitakan peristiwa tersebut hingga perkembangan nya.

Tapi bukan itu permasalahannya. Sudah sepantasnya media memberitakan suatu kejadian terkini untuk konsumsi publik. Permasalahannya, media yang tidak mengikuti peraturan kode etik jurnalistik.

Ada media yang kedapatan menjadikan foto para korban kebakaran yang sudah kaku dan menghitam sebagai headline berita. Apa tujuannya? Supaya orang iba dan perduli? Atau untuk memperkeruh perasaan keluarga yang ditinggalkan?

Mereka sudah melanggar kode etik jurnalistik nomor 4 yang berbunyi, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Dan. Meraka sudah memuat berita sadis di dalam berita mereka.

Contoh kedua di media sosial. Ketika masyarakat tengah berduka, kita salah dalam bertindak. Meng-upload foto korban kebakaran ke media sosial pribadi. Meng-upload foto atau video tidak salah, apalagi di media sosial kita sendiri, yang salah adalah foto yang kita upload.

Gambar jenazah yang terbakar, kaku dan menghitam. Korban yang tak lagi berpakaian. Tak lagi bewujud. Inikah yang dinamakan kepedulian? Dengan mengumbar foto mereka berkali-kali? Coba hitung berapa banyak foto sadis tersebut akan tersebar jika semua orang yang tau kejadian ini ikutan  mem-posting?

Coba bayangkan perasaan keluarga mereka yang ditinggalkan? Coba kalau posisi kita sebagai keluarga yang ditinggalkan? Senangkah kita? Semua orang melihat keadaan sanak-saudara kita dalam kondisi mengenaskan? Fikirkan kembali sebelum bertindak.

Semoga kita semua menjadi warga negara yang bijak dalam bermedia. Jadikan media sebagai alat untuk mempermudah  semua aktivitas mu, tapi jangan biarkan media mengatur kehidupanmu. #salambermedia