Bersama Senin Hingga Minggu
Fiction
Hari yang melelahkan untuk Senin, seperti biasa. Bangun pagi
dengan segunung fikiran untuk melewati sang Senin. Padahal semua hanya sebuah
doktrin dalam kepala, bukan kenyataan apa adanya. Tapi Senin selalu dianggap
mencekam. Apa karena kemarin Minggu? Atau karena cuti yang kurang dari yang
dipagu?. Semuanya kembali kepada siapa aku. Jawabannya ada padamu.
Hanya sedikit cerita pada Senin. Senin ini sama seperti
Senin-Senin yang lain, masih Senin sebelum Selasa. Bagiku, Senin itu ibarat
seorang perempuan atau terkadang laki-laki yang rapi dan mandiri. Sedangkan
Selasa adalah seorang Wanita yang sedikit feminim, dia selalu tersenyum dan
ramah pada semua orang, tapi aku tidak tahu apa isi hatinya. Kalau Rabu, dia
laki-laki yang sedikit culun, tapi pintar. Sama seperti angka 3 (tiga), berpakaian
rapi dengan celana kain dan baju kemeja serta rambut sedikit panjang yang di
belah tengah, seperti oppa Korea yang tidak terlalu Korea.
Untuk Kamis, bagiku dia lebih sedikit dewasa dari Rabu. Ya,
walaupun Kamis adalah hari lahirku, tapi aku sedikit lebih menyukai Rabu. Kamis
bagiku terlalu kaku sesekali, terlalu tegang dan menggebu, mungkin karena usia,
tapi dia pintar agama, sama seperti Jumat. Jumat memang lebih religius dari
kelihatannya. Ia lebih banyak diam dan tampak berwibawa. Jangan mencari
gara-gara dengan Jumat, meskipun tampil sederhana, ia memiliki segalanya.
Apapun yang kau butuhkan. Sama seperti Rabu dan Kamis, mereka semua laki-laki.
Untuk Sabtu, maaf membuatmu menunggu. Kamu memang selalu
muncul sebelum Minggu, akhir pekan ku. Sabtu, si laki-laki yang mirip dengan
Rabu, tetapi sedikit lebih tinggi, lebih putih dan lebih ceria. Apa kau masih
membawa topi mu kemana pun kau pergi? Aku masih bisa melihatnya dengan mata batinku.
Maaf, jika aku selalu tak nyaman dengan malam menyambutmu, Jumat malam atau si
malam Sabtu. Karena bagiku, malam Sabtu selalu membuatku merasa mencekam,
seperti perasaan orang-orang menghadapi malam Jumat yang kelam. Mimpi buruk dan
susah tidur selalu membuatku mengingat, betapa susah melewati malam untuk
menyambutmu. Hingga sampai pada Minggu.
Hai Minggu. Kau semakin keren saja. Kaca mata dan kemeja
hitam itu cocok kau kenakan. Meskipun gelap, tapi tak segelap seharusnya. Kau
justru memberikan cahaya terang, memberikan senyuman dan kebahagiaan bagi
orang-orang. Kau yang selalu dinantikan banyak orang untuk meelpaskan semua
kepenatan dunia. Tapi ingat, kau tak boleh sombong, karena Jumat selalu lebih
baik darimu.
Ini bukan cerita manusia, ini cerita hari dalam pandanganku.
Sama seperti aku melihat angka 1, 2, 3. Laki-laki, perempuan, laki-laki. 4,5
dan 6 laki-laki, laki-laki dan perempuan. Terdengar aneh memang tapi aku hanya
merasakannya, mungkin hanya untukku saja. Tapi aku justru kenal seseorang yang
bisa menafsirkan hari dengan warna. Siapa dia?